Pendakian Gunung Latimojong

Assalamu alaikum, kali ini saya akan menyampaikan pengalaman saya sewaktu liburan akhir semester dan edisi kali ini saya dan teman-teman (Indra, Adnan, Borap, Hijriah, Sinta, dan saya sendiri Ilham) mengunjungi sang atap Sulawesi, apalagi kalau bukan gunung Latimojong dimana punak tertingginya bernama Rante Mario yang mencapai ketinggian 3478 mdpl. Sebenarnya ini kali pertama saya mendaki di sana dan jaraknya yang sangan jauh dari pusat kota membuat Latimojong jarang dikunjungi, bukan hanya itu mungkin juga karena jalan menuju ke sana yang begitu sangat membuat kita lelah hanya untuk sampai di sana.
Pagi itu rabu 27 Januari 2016 di salah satu kost di jalan Daeng Tata Raya, Saya dan teman-teman sementara sibuk berkemas dan bersiap untuk berangkat ke Kabupaten Enrekang yaitu jalur umum pendakian Gunung Latimojong, tapi karena kebiasaan mengulu-ulur waktu kami pun berangkat tepat pukul 12:30 WITA. Adapun Kabupaten kota yang kami lewati sebelum tiba di antara lain Maros, Pangkep, Barru, Pare pare, Sidrap dan terakhir Kabupaten Enrekang. Perjalanan kami dari Makassar ke Enrekang kurang lebih 5 jam menggunakan sepeda motor. Dengan wajah kelelahan mengendarai sepeda motor tiba-tiba menjadi wajah penuh kebahagiaan menatap senja oranye yang sangat memikat di langi perbatasan Sidrap-Enrekang yaitu tepat pukul 17:30 WITA Kami pun tiba di desa Salo Dua Kabupaten Enrekang.
Rumah keluarga teman di Desa Salo Dua


Rumah salah satu keluarga (Borap) teman saya ini ternya sangat menerima kami dengan baik, buktinya baru saja kami tiba ternyata sudah siap di meja makan sebuah hidangan andalan masyarakat setempat yaitu Palekko’ yang berasal dari potongan bebek muda yang di campur dengan sambal pedas dan beberapa rempah lain yang mampu membuat sistem pencernaan kami harus bekerja keras. Setelah menyantap makan malam kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke desa cakke' rumah kanda Sinta, namun di luar dugaan ternya rumah kak Sinta di Cakke' berada pada ketinggian 1500 Mdpl. yang membuat sepeda motor kami meraung-raung tengah malam. dan tepat pukul 01:00 WITA kami tiba di Cakke' yaitu di rumah kak Sinta. Setelah sedikit membereskan barang-barang kami pun di ajak makan malam walaupun sudah terlalu larut. 
Esok hari pun tiba, pagi itu sekitar pukul 10:00 WITA kami besegera merapihkan barang-barang bawaan kami untuk segera melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat kami menyempatkan untuk membeli beberapa perlengkapan atau pun makanan persiapan pendakian, yaitu di pasar Baraka kami mampir dan melanjutkan perjalanan sejam kemudian. Untuk mencapai desa terakhir sebelum pendakian yaitu desa Karangan kita terlebih dahulu harus melewati desa Rante Lemo yang kurang lebih bisa ditempuh sekitar tiga jam dari pasar Baraka.
Dusun Rante Lemo
Ternyata jalan menuju desa Rante Lemo tidaklah mudah, sesekali kami harus turun dari sepeda motor untuk mengurangi bebannya agar mampu menaiki tanjakan yang cukup tajam mungkin sekitar 30 derajat kemiringan dari jalan yang kami lalui. Setelah sampai di desa Rate Lemo jalan yang kami lewati sudah tidak terlalu terjal lagi walaupun di dominasi oleh jalan yang berbatu tapi kemiringan  jalan sudah bisa dikatakan sedikit datar. Untuk sampai ke desa Rante Lemo juga Bisa di tempuh dengan menunggangi jip sewaan dari pasar Baraka mungkin tariffnya sekitar Rp. 100.000,-/orang. Selain itu bisa juga dengan menyewa ojek dari pasar Baraka dengan biaya seratus ribu rupiah pula perorang.

Sore itu kira-kira pukul 17:30 WITA kami pun akhirnya sampai di desa Karanga yaitu desa di mana jalur resmi pendakian gunung latimojong berada. Sebenarnya ada beberapa jalur pendakian selain dari jalur Kabupaten Enrekang, bisa pula di tempuh dari Toraja ataupun dari Palopo. Tak butuh waktu lama kami pun segera menuju ke rumah Pak dusun untuk melapor bahwa kami akan segera mendaki di gunung Latimojong, hal ini di perlukan agar dapat di ketahui jumlah pendaki yang sedang melakukan pendakian. Namun dilema terjadi di rumah pak dusun, beberapa teman yang sudah kelelahan ingin beristirahat dulu satu malam di karangan, namun sebagiang lagi tetap ingin melanjutkan perjalanan. Dengan diskusi singkat akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan perjalan dengan alasan tidak mau merepotka pak dusun.

Tepat setelah adzan magrib berkumandang kami pun memulai perjalanan sambil memakai senter di kepala dikarenakan malam yang mulai menjemput disertai dengan kabut yang menghembuskan hawa dingin menemani perjalanan malam kami, jalan yang kali ini kami lewati masi terhitung datar karena masih termasuk jalan umum yang sering dilewati para petani kopi di sekitar sini. Setelah berjalan selama kurang lebih satu jam kami pun mendapati pondok petani yang memang sering digunakan para pendaki sebagai salah satu tempat peristirahatan  yang dimana di bawah pondoh tersebut terdapat aliran air sungai. Sebenarnya pos 1 sudah ada di depan mata namun karena kondisi pos 1 yang jauh dari sumber air menjadi salah satu alasan kami tidak melanjutkan perjalanan dan lebih memilih istirahan malam ini di pondok tersebut.

POS 1
Tepat pukul 11:00 WITA kami pun meninggalkan pondok lalu melanjutkan perjalanan, dan lansung kami dihadapkan oleh tanjakan yang cukup curam, membuat kami sedikit lamban menuju pos 1. Setelah tiba di pos1 kami tak mau buang banyak waktu jadi kami melanjutkan perjalanan ke pos 2, walau perjalanan menuju pos 2 di dominasi olh jalanan yang menurun kami harus tetap berhati-hati karena kadang kita juga hanya menggunakan bantuan seutas tali untuk melewati endapan batuan di pinggiran dinding jalan. Setelah berjalan selama kurang lebih satu jam kami pun tiba di pos 2 di mana terdapat sungai yang lumayan besar, kami pun menyempatkan waktu untuk mandi dan membersihkan pakaian yang mulai kotor. Sebelum lanjut kami secara berjamaah shalat sebagai pengganti shalat jum’at di atas batu besar di pinggir sungai pos 2.
POS 2
POS 3
POS 4
Seperi biasanya setelah kita menjumpai sungai pasti setelahnya terdapat jalur yang curam atau bisa dikatakan sangan menanjak. Dan tak terasa pos 3 dan 4 kami lalui dengan santai, namun perjalanan menuju pos 5 ternyata sangatlah jauh namun jika teman-teman ingin membawa pulang buah kalpataru maka di pos 4 lah tempatnya tapi kadang juga sulit untuk mencarinya karena banyak juga warga yang sengaja ke sini untuk mencarinya lalu dijual seharga Rp.5.000,- s/d Rp.10.000,- perbijinya tergantung ukuran dan bentuk.
POS 5

Butuh waktu sekitar dua jam untuk menempuhnya pos 5, tepatnya pukul 18:00 kami tiba di pos 5 dan memutuskan untuk mendirikan tenda. Pemandangan di pos 5 tidak terlalu terik dikarenakan deretan pepohonan tinggi menjulang dan beberapa pohon kami jumpai terdapat anggrek di salah satu ranting yang di selimuti lumut basah, selain itu memang di pos ini juga sangat ideal untuk mendirikan tenda karena tanahnya cukup datar, namun untuk mencapai sumber air dari pos ini kita harus berjalan sekitar 150 meter ke arah utara, dan mungkin kalian akan menjumpai tamu tak diundang menghampiri tenda anda secara tiba-tiba, bukan siapa-siapa sih tapi tikus hutan yang kelaparan.

Keesokan harinya kami pun melanjutkan perjalanan sekitar pukul 13:00 WITA yang di awali dengan jalur yang tidak terlalu menanjak, tanjakan yang sulit akan kita dapati setelah berjalan sejauh kurang lebih 200 meter, dan terkadang kami pun hanya mengandalkan akar pohon untuk berpegangan agar lebih mudah menaiki tanjakan yang cukup curam dan menguras bak mandi, ehh sorry menguras tenaga maksudnya.
POS 6


Perjalanan menuju pos 6 masih di dominasi oleh pepohonan yang tinggi menjulang dan beberapa kesempatan kita bisa menjumpai dahan rotan yang masih hijau. Langit terlihat jelas dikala perjalanan hampir mencapai pos 6, dan tak perlu menunggu lama kami langsung lanjut ke pos 7 di mana kami akan mendirikan tenda di sana. Selain terdapat aliran sungai, di pos 7 ini juga kita bisa melihat pemandangan lagint sore yang sangat memikat membuat kami terhipnotis untuk mengambil beberapa gambar melalui kamera ponsel kami sambi bergaya dengan tongsis.



POS 7


Pemandangan pepohonan hijau pun mulai nampak jelas dari atas sini, menandakan semakin dekatnya kita dengan pos 7. Dan akhirnya langit memancarkan kilau keemasannya tepat saat kami tiba di pos 7 sekitar pukul 17:30 seolah memberi kami sinyal untuk mengambil beberapa gambar dan bahkan sebuah video sebagai kenang-kenangan. Setelah bosan mengambil gambar kami pun langsung membonkar ransel kami dan mulai memasang tenda masing-masing.
Pukul 05:00 WITA kami bergegas melakukan perjalan sampai kepuncak agar dapat melihat matahari terbit di puncak rante mario, dan untuk sampai di sana terlebih dahulu kita harus melewati tiga bukit yang jaraknya cukup dekat rata-rata sekitar 300 meter tiap puncaknya. Dan sesuai rencana kami tanggal 31 januari yang jatuh pada hari minggu yaitu sekitar pukul 06:00 WITA pagi kami tiba di rante Mario disambut matahari yang mulai beranjak naik walau sedikit di tutupi awan. Walaupun udara dingin menusuk di sertai tiupan angin yang sedikit kencang tidak menghalangi kami untuk sekedar mengambil gambar dan melihat pemandangan lautan awan di puncak ini.
Puncak Rante Mario
Legah rasanya akhirnya kami bisa sampai juga di atap Sulawesi ini, benar-benar pengalaman yang sangat seru dan tak bisa dilupakan. Setelah bosan memandangi lautan awan di puncak kami pun kembali ke tenda dan membereskan barang-barang kami, dan sekitar pukul 13:00 kami langsung turun hingga ke pos 2, dan sebelum magrib tiba kami sudah berada kembali di pos 2 dan memutuskan untuk mendirikan tenda. Dan keesokan harinya kami menpatkan untuk sekedar merasakan segarnya aliran air sungai dengan berendam sambil membersihkan badan dari debu dan lumpur. Agar tidak kemalaman menuju ke dusun karangan kami langsung merapikan tenda lalu bergegas kembali ke dusun.

Pukul 17:15 kami tiba di dusun dan bertemu pak dussun disana untuk pamit, lalu kami meninggalkan desa karangan. Ternyata pemandangan indah yang kami jumpai berlanjut di perjalan menuju kota, cahaya lampu rumah warga yang bertebaran di kaki gunung menambah indah gelap malan dengan gemerlap cahaya yang seolah membentuk bukit. Dan setelah 4 jam mengendari sepeda motor, akhirnya kami tiba kembali di desa Salo dua Kabupaten Enrekang dan kembali harus menginap sehari untuk beristirahat setelah perjalanan dari desa karangan.
Keesokan harinya yaitu Pukul 15:00 WITA kami pun mulai perjalan untuk kembali ke Makassar, dan tak lupa selama perjalan kami sempatkan untuk singgah di pasar Senggol di Pare-pare, untuk sekedar berburu pakaian bekas (cakar). Setelah lelah berjalan mengelilingi pasar dan membeli beberapa barang kami pun melanjutkan perjalan yaitu sekitar pukul 21:00 WITA. Setelah kurang lebih 3 Jam perjalan kami pun sampai di kabupaten Pangkep lalu singgah untuk menikmati jajanan malam hari yaitu nasi kuning begadang dipasar dekat Kali Bersih.
Setelah menyantap nasi kuning kami melanjutkan perjalan kembali tempat masing-masing di Makassar. tepat Pukul 02:00 WITA kami tiba di Makassar dan kemudian istirahat karena kelelahan.
Previous
Next Post »